INFO KEMITRAAN

Info aneka kebutuhan barang Anda, klik tautannya di sini Showcase Fendy Sy. Citrawarga. https://vt.tiktok.com/ZS6f5nX7Y/?page=Mall

Jumat, 18 Desember 2020

HIKMAH: Akhlak dalam Islam, Pengertian, Contoh, dan Manfaatnya


Ilustrasi berdoa./©shutterstock

BAIT-BUAT-DAKWAH.COM - Indonesia dikenal sebagai sebuah negara yang menjunjung tinggi sopan santun dan etika dalam kehidupan. Hampir di setiap daerah selalu menekankan seseorang untuk memiliki akhlak yang baik saat menjalani aktivitas sehari-hari. Maka tidak heran apabila pendidikan di Indonesia juga senantiasa mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai akhlak dan etika.

Akhlak dalam bahasa Arab berasal dari kata khuluk yang berarti tingkah laku, perangai, atau tabiat. Secara terminologi, akhlak adalah tingkah laku seseorang yang didorong oleh sesuatu keinginan secara mendasar untuk melakukan suatu perbuatan.

Sementara itu, menurut Imam Al Ghazali, akhlak merupakan tingkah laku yang melekat pada diri seseorang yang dapat memicu perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

Dilansir dari laman NU Online, Rasulullah saw. diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia. Pasalnya akhlak merupakan salah satu fondasi penting untuk orang-orang yang beragama sehingga akhlak dan budi pekerti sangat dibutuhkan bagi setiap orang yang beragama dalam menjalani kehidupan di masyarakat.

Pengertian Akhlak dalam Islam

Akhlak merupakan sebuah sistem yang mengatur tindakan dan pola sikap manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam ajaran agama islam, sistem nilai tersebut merupakan sumber ijtihad sebagai salah satu metode berpikir secara islami. Akhlak memicu terjadinya tindakan dan hubungan antara Allah, sesama manusia dan alam semesta.

Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak merupakan salah satu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat menimbulkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa adanya pertimbangan pemikiran lagi. 

Sementara itu, Muslim Nurdin mengatakan bahwa akhlak adalah sebuah sistem nilai yang mengatur tindakan manusia yang ada di muka bumi.

Adapun pengertian akhlak menurut Muslim Nurdin dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu Suluq Azzahriah dan Bataniah. Suluq azzhariah merupakan suatu cara pandang yang memperlihatkan hal-hal yang tampak di dalam diri seperti tutur kata, tingkah laku dan watak. Sementara itu menurut sudut pandang Bataniah, akhlak adalah ilmu yang membahas berbagai masalah yang dihadapi manusia terkait dengan hal-hal yang bersifat kejiwaan.

Macam Akhlak Menurut Islam

Menurut Islam, macam akhlak ada dua yaitu akhlakul karimah (akhlak terpuji) dan akhlakul mazmumah (akhlak tercela). Adapun defenisinya sebagai berikut:

1. Akhlakul Karimah

Akhlakul Karimah atau disebut dengan akhlak yang terpuji merupakan salah satu golongan macam akhlak yang harus dimiliki setiap umat muslim. Adapun contoh macam akhlak tersebut di antarannya sikap rela berkorban, jujur, sopan, santun, tawakal, adil, sabar dan lain sebagainya. 

Sebagai umat muslim sudah seharusnya kita selalu menjaga akhlakuk karimah dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

2. Akhlakul Mazmumah

Akhlak Mazmumah atau akhlak tercela merupakan salah satu tindakan buruk yang harus dihindari setiap manusia. Hal ini harus dijauhi karena akhlakul mazmumah dapat mendatangkan mudharat bagi diri sendiri maupun orang lain. 

Contoh dari macam akhlak akhlakul mazmumah yaitu sombong, iri, dengki, takabur, aniaya, ghibah dan lain sebagainya. Sebagai orang muslim sudah seharusnya kita menghindari akhlakuk mazmumah atau akhlak tercela.

Manfaat Akhlakul Karimah

Setiap muslim dianjurkan untuk memiliki akhlakul karimah atau akhlak yang terpuji. Bagi seseorang yang memiliki sikap tersebut maka dapat mendatangkan manfaat bagi kehidupan sehari-hari maupun di akhirat nanti.

Berikut ini beberapa manfaat macam akhlak terpuji:

1. Dicintai Nabi Muhammad Saw

Keutamaan memiliki akhlakul karimah yang pertama ialah dicintai Rasulullah saw. Disebutkan dalam sebuah hadis, seorang muslim yang memiliki sifat terpuji maka menjadi orang yang dekat dengan Nabi Muhammad saw. Sebagaimana dalam hadis berikut ini, Rasulullah saw. bersabda:

“Orang yang paling saya cintai dan paling dekat dengan tempat saya kelak di hari kiamat adalah mereka yang memiliki akhlak mulia. Sementara orang yang paling saya benci dan tempatnya paling jauh dari saya kelak di hari kiamat adalah mereka yang keras dan rakus, suka menghina dan sombong.” (HR Tirmizi).

2. Berat Timbangannya di Hari Kiamat

Seorang muslim yang memiliki sikap akhlakul karimah di hari akhir kelak akan diselamatkan oleh Allah SWT. Selain itu, setiap muslim yang memiliki akhlakul karimah juga dapat mencapai derajat seperti seseorang yang berpuasa dan salat. Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda:

“Tidak ada sesuatu amalan yang jika diletakkan dalam timbangan lebih berat dari akhlak yang mulia. Sesungguhnya orang yang berakhlaq mulia bisa menggapai derajat orang yang rajin puasa dan rajin salat.” (HR. Tirmidzi). (@fen/sumber: merdeka.com) **


Kamis, 17 Desember 2020

TAUSIAH: Ingin Dicintai Allah? Sabar dan Tawakallah! (2/Habis)

BAIT-BUAT-DAKWAH.BLOGSPOT.COM -  Serahkan semua urusan di dunia ini hanya kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Janganlah kamu menggantungkan sesuatu kepada selain diriNya. 


Sebab, hanya Allah Subhanahu Wa Taala yang mempunyai kekuasaan atas segala hal. Segala usaha dan kerja keras kita tidak akan berarti apa-apa, jika Dia tidak menghendakinya.

Sebagai hambaNya, kita juga boleh berharap dengan berbaik sangka kepadaNya. Namun, kita harus ingat bahwa Zat yang menentukan hasil usaha kita adalah Allah Subhanahu Wa Taala, bukan manusia. Singkatnya, hikmah dari orang yang selalu bertawakal kepada Allah Subhanahu Wa Taala di antaranya sebagai berikut:

Allah Subhanahu Wa Taala mencukupi segala kebutuhannya. Termasuk dalam golongan orang yang bertakwa. Dimudahkan rezekinya. Diampuni dosa-dosanya. Masuk surga.

Sabar

Sabar termasuk salah satu ciri utama seseorang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa sabar merupakan setengah bagian dari iman. 

Sebab, sabar memiliki ikatan yang tidak dapat terpisahkan dari keimanan seseorang, seperti kepala dengan jasad. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Suhaib r.a. bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:

“Sungguh, menakjubkan perkara orang yang beriman karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan, hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya kepada orang mukmin, yaitu jika ia mendapat kebahagiaan, ia bersyukur karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan, jika ia tertimpa musibah, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR Muslim)

Banyak ayat yang menjelaskan tentang sabar, pada intinya memiliki hikmah sbb:

Sabar merupakan sifat yang harus kita miliki karena termasuk perintah Allah Subhanahu Wa Taala. Sebagaimana orang yang beriman, kita harus meminta pertolongan kepadaNya setelah berusaha dengan penuh kesabaran. Sesungguhnya, usaha yang disertai kesabaran merupakan perbuatan yang disukai oleh Allah Subhanahu Wa Taala.

Kesabaran mendatangkan pujian dari Allah Subhanahu Wa Taala. Seseorang yang memelihara kesabaran berarti telah berlaku jujur dalam keimanannya. 

Sebab, ia mampu menghadapi segala cobaan yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Taala dan tetap mengingatNya dengan baik. Allah Subhanahu Wa Taala mencintai orang yang sabar. Semua orang yang beriman pasti berharap menjadi golongan orang yang dicintai oleh 

Allah Subhanahu Wa Taala. Namun, golongan tersebut hanya untuk orang-orang yang sabar terhadap ujian dan cobaan dariNya. Sabar yang dipelihara dengan baik akan mendapat ganjaran yang lebih baik daripada amalan lainnya. 

Sebab, kesabarannya melebihi usaha atau amalan yang telah dilakukan.Seseorang yang bersabar akan mendapat ampunan Allah Subhanahu Wa Taala. Selain itu, ia juga mendapat pahala dan ampunan dariNya. Wallahu a’lam. (@fen/hajinews.id/dari berbagai sumber) **

Senin, 14 Desember 2020

TAUSIAH: Penuhi Hidup dengan Pahala karena di Dunia Hakikatnya Cuma 1,5 Jam Saja


Hidup di dunia merupakan ladang mencari pahala akhirat, Bersujud (ilustrasi)./reuters/via republika.co.id

BAIT-BUAT-DAKWAH.BLOGSPOT.COM - Hidup dunia hanya sementara dan akhirat selama-lamanya. Hidup di dunia yang sementara ini butuh bekal begitupun dengan akhirat butuh bekal banyak daripada hidup di dunia. 

Jadi, kata Maharani dalam bukunya "Kesalahan Persepsi dalam Al-Qur'an" mengatakan,  hidup di dunia ini adalah untuk berjuang supaya bisa selalu taat sehingga menghasilkan pahala.  

Hidup di dunia ini sungguh sangat singkat seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat al-Mu'minun ayat 112-114:  

قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ # قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ #قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا ۖ لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab, kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari maka tanyakan kepada mereka yang menghitung. Dia Allah berfirman, kamu tidak tinggal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu benar-benar mengetahui." 

Allah juga berfirman dalam surat as-Sajdah ayat 5: 

يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ 

"Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi kemudian urusan itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadar lamanya adalah seribu tahun menurut perhitungan."  

Tentang berapa lama manusia hidup di dunia Maharani menghitungnya, 1 hari di akhirat  sama dengan seribu tahun di dunia. Bila mengambil patokan usia Rasulullah 63 tahun dan 24 jam itu sama dengan seribu tahun maka dengan usia 63 tahun manusia berarti hanya hidup 1,5  jam di dunia ini. 

"Betapa sebentarnya! Kalau direnungkan, memang benar betapa cepatnya waktu berlalu. Masa-masa sekolah dasar, SMP SMA, kuliah, sampai memiliki keluarga, kemudian menjadi tua sungguh sangat cepat," katanya.  

Jadi pada akhirnya, kata Maharani, manusia akan mati, sesuai firman Allah SWT surat Ali Imran ayat 185: كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

 "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati." (@fen/republika.co.id) **    

Minggu, 13 Desember 2020

TAUSIAH: Sabar dan Tawakallah ketika Menghadapi Musibah

 Oleh Sholehudin A Aziz

BAIT-BUAT-DAKWAH.BLOGSPOT.COM - Di tengah maraknya musibah yang melanda negeri tercinta, banyak sekali seruan ulama dan para tokoh nasional agar kita bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT. 







Ilustrasi./republika.co.id/ist.

Hanya dengan kesabaran dan tawakal, seluruh ujian atau cobaan dan musibah tersebut bisa dilalui dengan baik, membawa kebaikan, dan keberkahan.

Namun, kesabaran dan tawakal kadang kala terlalu mudah diucapkan, tetapi sulit merealisasikannya dalam praktik kehidupan seharihari. 

Akhirnya, sabar dan tawakal hanya menjadi slogan dan jargon, minus aplikasi yang sesungguhnya. 

Bersabar merupakan sifat khas kaum beriman sejati di samping bersyukur sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis Nabi yang artinya, 

"Betapa unik sikap orang yang beriman. Semua yang terjadi pada dirinya dianggap baik. Tidak ada sikap seperti itu, kecuali pada orang yang beriman. Jika memperoleh kemudahan dia bersyukur, hal itu dianggap baik bagi dirinya. Dan, jika ditimpa kesulitan ia bersabar, hal itu dianggap baik bagi dirinya."

Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah saw. senantiasa mengajari orang yang terkena musibah dengan sikap yang paling bermanfaat bagi dirinya, yaitu bersabar dan introspeksi diri (al-ihtisab), dengan memberikan alasan bahwa sabar dan introspeksi diri akan dapat meringankan musibah dan memperbanyak pahala. 

Rasulullah juga menegaskan bahwa banyak mengeluh, kesal, dan marah akan menambah beban musibah dan menghilangkan pahala. Rasulullah menjelaskan bahwa tidak ada anugerah Allah yang lebih baik dan lebih luas bagi hamba-hamba-Nya dibandingkan kesabaran. Karena Allah SWT benar-benar mencintai orang-orang yang bersabar. (QS Ali Imran (3): 146).

Kesabaran tidaklah muncul dengan sendirinya, tetapi ia harus diusahakan dan dibiasakan agar menjadi sifat utama diri. Di sinilah dibutuhkan pengorbanan melawan keinginan hati dan perjuangan menahan nafsu diri.

Yakinlah, dengan bekal kesabaran, dipastikan seluruh persoalan akan selesai dengan cara terbaik. Allah SWT berfirman, 

"Sungguh Aku memberi balasan kepada mereka pada hari ini karena kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang." (QS Al Mu'minun: 111).

Sementara itu, tawakal merupakan pelengkap sejati sifat sabar. Tawakal merupakan kerja hati memasrahkan seluruh ujian dan cobaan kepada kehendak-Nya. Menurut Basyar al-Hafi dan Yahya bin Muaz, tawakal berkaitan erat dengan keridaan kita menjadikan Allah sebagai pelindung dalam kehidupan.

Kehadiran tawakal dalam diri akan menghadirkan kemudahan mengatasi persoalan. Karena kita benar-benar mengharap pertolongan dan kemudahan hanya dari Allah SWT Yang Mahakuasa dan Maha Penolong. 

Penulis yakin, bila kombinasi kesabaran dan tawakal senantiasa hadir dalam diri dan jiwa setiap manusia, kemudahan dan kesuksesan akan menjadi capaian terbaiknya. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang sabar dan tawakal. Amin. (@fen/sumber: republika.co.id) **

Jumat, 11 Desember 2020

TAUSIAH: Kejujuran Itu Berkah, Kebohongan Musibah


Ilustrasi/republika.co.id/ist.

Bait-buat-dakwah.blogspot.com - Islam sangat menekankan kejujuran dan melarang keras kebohongan. Banyak ayat Alquran dan hadis Rasulullah saw. yang menegaskan hal tersebut.

Salah satu di antaranya adalah QS at-Taubah ayat 119, yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)."

“Ayat ini menegaskan bahwa ketakwaan dan kejujuran itu saling berkaitan. Kejujuran punya makna atau menjadi ibadah kalau dilandasi ketakwaan. Tidak mungkin orang bertakwa kalau dia tidak jujur,” kata Guru Besar IPB, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS, seperti dikutip laman republika.coid.

Kiai Didin menambahkan, ada empat sifat yang wajib dimiliki oleh para rasul. Salah satu di antaranya adalah shiddiq (benar atau jujur). Lawannya adalah dusta.

“Dusta itu bukan sifat orang yang baik/takwa. Dusta itu sifat orang yang jahat. Karena itu, orang tua, pendidik, dan pemimpin harus jujur. Hal itu sangat penting untuk melahirkan generasi mendatang yang lebih baik, dan pemimpin umat yang amanah,” paparnya.

Kiai Didin mengutip sebuah hadis Rasulullah yang menekankan pentingnya kejujuran dan mengingatkan bahaya kebohongan. 

“Berlakulah jujur, sesunguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan menghantarkan ke surga. Dan, seseorang yang senantiasa berlaku jujur akan tercatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Jauhilah dusta. Sesungguhnya dusta akan membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka. Seseorang yang sering berdusta akan tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR Muslim).

Dari hadis di atas, kata Kiai Didin, jelaslah bahwa sumber kebaikan itu adalah kejujuran. 

“Jujur itu berkah. Kalau orang jujur, hasilnya baik. Tidak ada kebaikan tanpa kejujuran. Tidak ada prestasi yang baik tanpa kejujuran,” ujarnya.

Lebih dari itu, kejujuran akan mengantarkan seseorang masuk surga di akhirat kelak. Salah satu pintu di surga adalah Pintu Kejujuran. 

“Hendaklah kalian menjadi orang yang jujur (shiddiq). Sebab, Shiddiq merupakan salah satu pintu di surga. Hendaklah kalian menjauhi dusta, sebab dusta merupakan salah satu pintu di neraka,” tutur Kiai Didin mengutip salah satu hadis Rasulullah saw.

Ia menambahkan, ayat Alquran dan hadis di atas menegaskan, kejujuran itu memerlukan pembiasaan. 

“Apa saja yang baik perlu pembiasaan. Begitu pula, kejujuran perlu pembiasaan,” ujarnya.

 Orang tua maupun pendidik perlu menerapkan pembiasaan jujur kepada anak dan murid. Orang tua dan guru harus menjadi teladan bagi anak dan siswa menerapkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. 

“Kita harus menanamkan dalam diri anak dan murid kita bahwa jujur itu mahal. Jujur itu indah. Jujur itu tinggi. Jujur itu mulia,” paparnya.

Sebaliknya, kata Kiai Didin, setiap orang harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghindarkan dirinya dari sifat dan perbuatan dusta. 

“Dusta merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Karena itu, harus kita jauhi sejauh-jauhnya,” katanya.

Dusta itu, Kiai Didin menambahkan, sumber berbagai kejahatan. Dusta itu sumber kemunafikan. 

“Rasulullah SAW menegaskan, ada tiga tanda orang munafik. Salah satunya adalah kalau berbicara, dia berdusta,” tuturnya.

Kiai Didin mengemukakan, saat ini dusta sudah berubah menjadi musibah. Orang melihat pesawat jatuh, gempa bumi dan gunung meletus, sebagai musibah. 

Sebetulnya, ada musibah yang lebih besar lagi, namun tidak dianggap sebagai musibah. Apakah itu? 

“Dusta! Bencana alam  memang merupakan musibah. Namun, dusta merupakan musibah yang lebih besar lagi. Karena itu, Rasulullah mengajarkan kepada kita, ‘Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah bagi kami dalam agama kami (yakni merajalelanya perbuatan dusta)’,” kata Prof Didin Hafidhuddin menegaskan. (@fen) **


Rabu, 09 Desember 2020

TELAAH: Mengapa Allah SWT Mempunyai Sifat Rahman dan Rahim?


Bait-buat-dakwah.blogspot.com -
Ahli Tafsir Indonesia, Prof Quraish Shihab, dalam kitab Tafsir Al-Mishbah, menjelaskan tentang makna kata Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Kedua kata itu mendominasi sifat-sifat Allah SWT lainnya sebagaimana banyak dikutip dalam Alquran.

Beliau menjelaskan, apabila seseorang mengucapkan kata ‘Allah’, maka akan terlintas atau seyogianya terlintas dalam benaknya segala sifat kesempurnaan. Allah Mahakuat, Mahabijaksana, Mahakaya, Mahaberkreasi, Mahapengampun, Mahaindah, Mahasuci, dan Mahasegalanya.

Seseorang yang mempercayai Allah, pasti meyakini bahwa Allah adalah Mahasempurna dari segala hal dan Mahasuci dari segala sifat kekurangan. Sifat-sifat Allah yang diperkenalkan cukup banyak. 

Dalam salah satu hadis dikatakan bahwa sifat atau nama-nama Allah berjumlah 99 nama/sifat. Demikian banyak nama/sifat Allah, namun yang terpilih dalam basmalah hanya dua sifat. 

Yaitu kata sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang keduanya terambil dari akar kata yang sama. Agaknya, kata beliau, kedua sifat tersebut dipilih karena sifat itulah yang paling dominan. Dalam hal ini, Allah SWT menegaskan dalam Alquran surah Al-A’raf penggalan ayat 156 berbunyi:

 ۖ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

“Wa rahmati wasi’at kulla syai’in,”. Yang artinya: “Rahmat-Ku mencakup segala sesuatu.” 

Maka, kedua kata tersebut, yakni Ar-Rahman dan Ar-Rahim berakar dari kata 'rahim' yang juga telah termasuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dalam arti ‘peranakan’. 

Apabila disebut kata rahim,  umumnya orang Indonesia akan terlintasi makna ibu dan anak. Dari sana maka terbayanglah betapa besar rasa kasih sayang yang dicurahkan sang ibu kepada anaknya.

Namun demikian beliau menegaskan, jangan disimpulkan bahwa sifat rahmat Allah SWT sepadan dengan sifat rahmat ibu, betapapun besarnya kasih sayang seorang ibu. Karena Allah bukanlah zat yang dapat disamakan dengan makhluk atau jenis apa pun.

Di sisi lain dalam menguak sifat rahman dan rahim Allah SWT, Rasulullah bersabda dalam hadis riwayat Abu Hurairah: 


عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله  ﷺ يقول: جعل الله لرحمة مائة جزء، فأمسك عنده تسعة وتسعين، وأنزل في الأرض جزءًا واحدًا، فمن ذلك الجزء يتراحم الخلائق، حتى ترفع الدابة حافرها عن ولدها خشية أن تصيبه

“Allah SWT menempatkan rahmat menjadi 100 bagian. Dia menyimpan ini satu bagian. Satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makhluk (begitu meratanya sampai-sampai satu bagian yang dibagikan itu diperoleh pula oleh) seekor binatang yang mengangkat kakinya karena dorongan kasih sayang, khawatir jangan sampai menginjak anaknya.” 

Lebih lanjut beliau menjelaskan, curahan rahmat Allah secara aktual pun dilukiskan dengan kata Rahman, sedang sifat yang dimiliki-Nya seperti tergambar dalam hadis di atas dilukiskan dengan kata rahim. Gabungan kedua kata itu menyiratkan bahwa Allah SWT mencurahkan rahmat kepada makhluk-Nya karena memang Dia merupakan zat Yang Memiliki sifat itu.

Dengan kata Ar-Rahman maka digambarkan bahwa Allah SWT sebagai sifat yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini. Sedangkan Ar-Rahim adalah rahmat-Nya yang bersifat kekal. Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir.

Sedangkan rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat. Tempat kehidupan yang kekal yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya. Di sisi lain, para ulama sebagaimana yang dijabarkan beliau, menjelaskan makna penggabungan kata Allah dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahim dalam basmalah.

Menurut para ulama, seorang yang jika bermaksud memohon pertolongan kepada Dia yang berhak disembah dan Dia Yang Mencurahkan aneka nikmat, maka yang bersangkutan menyebut nama tergantung dari zat yang wajib wujudnya itu sebagai pertanda kewajaran-Nya untuk dimintai.

Selanjutnya menyebut sifat rahmat-Nya untuk menunjukkan bahwa Dia wajar melimpahkan rahmat sekaligus wajar dimintai pertolongan dalam amal-amal kebajikan karena yang demikian itu adalah nikmat rahmat. 

Selanjutnya dinyatakan bahwa curahan rahmat-Nya adalah wajar karena Dia memiliki sifat rahmat yang melekat pada dirinya. (@fen/republika.co.id) ** 


Kamis, 27 Agustus 2020

KHUTBAH JUMAT: Memetik Nilai Positif dari Pandemi Corona#


KITA telah mengalami hidup dalam keadaan khawatir dan tidak bebas karena wabah corona berbulan-bulan. Sekolah dan madrasah ditutup. Salat jumat dan jemaah sehari-hari berlangsung tidak seperti biasanya. Semoga Allah Azza wa Jallam segera mengangkat wabah ini.

Kita ucapkan segala puji bagi Allah yang semua takdir yang Dia tetapkan adalah baik. Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Quran Al-Hadid: 22)

Dan juga terdapat dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Yahya Suhaib ar-Rumi, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR Muslim).

Oleh karena itu, hal yang seharusnya kita lakukan adalah mengambil nilai-nilai positif dari semua kejadian dalam kehidupan kita. Termasuk dari wabah yang mematikan ini. Yang menimpa kita sekarang. Di antara nilai-nilai positif yang bisa kita ambil adalah:

Pertama: Semakin rekatnya hubungan dengan pasangan kita dan dengan anak-anak kita.

Selama ini ayah sibuk dengan pekerjaannya. Sementara anak-anak sibuk dengan sosial media dan teman-temannya. Sekarang mereka berada di rumah. Intensitas pertemuan antara keluarga meningkat sehingga semakin rekatlah hubungan. Sedikitnya pertemuan antara orang tua dan anak tentu berdampak pada kualitas hubungan. Berdampak juga pada pendidikan dan karakter anak. 

Seringnya orang tua bertemu dengan anaknya tentu akan membuat anak merasakan kehadiran ayah. Mentalnya menjadi lebih positif. Berangkat dari sana, muncullah generasi yang positif pula. Generasi yang terbimbing dengan akhlak dan kasih sayang. Karena akhlak adalah sesuatu yang utama dalam Islam. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (HR. Ahmad).

Dan juga diriwayatkan oleh al-Bukhari dari sahabat Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنْ الْإِيمَانِ

“Sesungguhnya malu adalah bagian dari iman.” (HR al-Bukhari).

Kedua: Kita bersemangat untuk tetap mengamalkan ajaran agama yang sebelum wabah kita kerjakan. Seperti tetap menjaga salat berjemaah. Menjaga salat sunah rawatib dan witir. Tetap merutinkan zikir pagi dan petang. Dan amalan-amalan lainnya.

Kita juga perhatikan keluarga kita untuk mengerjakan kewajiban sesuai dengan kadar yang dituntut oleh syariat. Karena orang tua, terutama ayah, akan dimintai pertanggungjawaban. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Quran At-Tahrim: 6)

Kita ingatkan anak-anak kita dengan nasihat dan motivasi. Kalau sebelumnya sang ayah kurang dalam melakukan ini, maka manfaatkanlah masa-masa seperti sekarang ini.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Quran Al-Hasyr: 18)

Allah juga berfirman,

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمْ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنْ الصَّالِحِينَ (10) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْساً إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (Quran Al-Munafikun: 10-11)

Marilah kita bersegera, tidak menunda kebaikan. Manfaatkanlah kesempatan hidup yang hanya sekali ini. Sebelum datang kematian yang memutus kenikmatan.

Ketiga: Kita ajarkan diri kita, istri kita, dan anak-anak kita untuk mengingat nikmat Allah yang banyak. Mengingat nikmat kenyamanan dalam beraktivitas. Nikmat keamanan. Nikmat kepastian kondisi. Nikmat salat berjemaah di masjid. Karena sedikit banyak, kenikmatan-kenikmatan ini berkurang kadarnya di saat-saat sekarang ini. Dari sini kita bisa merasakan betapa besar dan berharganya nikmat-nikmat tersebut.

Mengingat-ingat nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita sangat bermanfaat. Baik secara agama maupun dunia. Bisa menambah keimanan dan kecintaan kepada Allah. Bisa menjadi sebab hidayah dan istiqomah. Membuat dada lapang dan melahirkan sifat qonaah (merasa cukup). Dan faidah-faidah lainnya yang sangat banyak. Allah Ta’ala berfirman,

وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ

“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu.” (Quran Ali Imran: 103)

Dan juga firman-Nya,

وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ

“Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu.” (Quran Al-Maidah: 7)

Yang perlu kita sadari, teguh di atas agama dan bertambahnya istiqomah adalah suatu kenikmatan. Hal itu bisa kita dapatkan dengan Kembali kepada Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersegera melakukan ketaatan. Serta bersegera meninggalkan hal-hal yang Allah larang baik berupa dosa besar maupun dosa kecil.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,

إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ

“Sesungguhnya kalian mengerjakan perbuatan-perbuatan yang menurut pandangan kalian lebih kecil dari sehelai rambut, namun kami menganggapnya di zaman Nabi sebagai perbuatan yang dapat membinasakan (pelakunya).” (HR Bukhari)

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Bilal bin Saad rahimahullah mengatakan,

لا تنظُرْ إلى صِغَرِ الخطيئةِ، ولكن انظُرْ مَن عصَيْتَ

“Janganlah engkau melihat kecilnya maksiat tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat.” (@fen/sumber: khotbahjumat.com) **



Rabu, 26 Agustus 2020

TAUSIAH: Muslim Dilarang Membuka Aib Saudaranya.

Gibah (hanya ilustrasi)./io9.com/via republika.co.id.

BAIT-buat-dakwah.blogspot.com -  Suatu hari Rasulullah saw. naik ke atas mimbar dan menyeru dengan suara yang tinggi, "Janganlah kalian menyakiti kaum muslim, janganlah menjelekkan mereka, janganlah mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudara sesama muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan, siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walaupun ia berada di tengah tempat tinggalnya." (dari Abdullah bin 'Umar)

Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitabnya Mausu'ah min Akhlaqir-Rasul  mengungkapkan, di zaman sekarang ini sulit untuk menemukan orang yang dapat dipercaya dalam menjaga rahasia. Kebanyakan manusia-kecuali manusia yang mendapat pertolongan Allah-tak dapat menjaga rahasia orang lain. Padahal, membuka aib orang lain termasuk bagian dari khianat.

Dalam hadis di atas, Rasulullah menegaskan bahwa menutupi aib dan menjaga rahasia termasuk keutamaan. Nabi saw menganjurkan umatnya agar senantiasa saling memelihara rahasia dan menutupi aib saudaranya agar dapat hidup bermasyarakat dalam ketenangan, kedamaian, juah dari keresahan, kedengkian, serta balas dendam.

Namun, kita sering melalaikan peringatan ini. Kita kerap  bermain-main dengan aib. Kita lupa kalau suatu saat Allah SWT pun akan membukakan aib kita tanpa bisa ditolak. Sesungguhnya, ketika membuka aib orang lain, sama dengan memberitahukan aib kita sendiri.

Padahal, dengan menutup aib orang lain, Allah akan menutup aib kita, baik di dunia maupun akhirat. Rasulullah bersabda, 

"Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia, melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya".

Aib merupakan sesuatu yang diasosiasikan buruk, tidak terpuji, dan negatif. Manusia tidak bisa lari dengan menutup diri terhadap kekurangannya. Manusia harus berintrospeksi dan menghisab diri sendiri untuk memperbaikinya. Umar bin Khattab berpesan, 

"Hisablah dirimu sebelum diri kamu sendiri dihisab, dan timbanglah amal perbuatanmu sebelum perbuatanmu ditimbang."

Dalam hidup, kita terkadang terlupakan dengan aib-aib sendiri yang begitu menggunung karena begitu seringnya memikirkan  aib orang lain. Kita juga sering lupa untuk bersyukur bahwa Allah telah menjaga aib-aib kita. Sesungguhnya, manusia bukanlah apa-apa jika semua aibnya dibukakan di depan mata orang lain. (@fen/republika.co.id) **

Kamis, 20 Agustus 2020

Khutbah Jumat: Refleksi Tahun Baru Islam 1442 Hijriah


Oleh Ustaz Sukron Ma'mun 

MAASYIRAL muslimin rahimakumullah, bulan Zulhijah adalah bulan terakhir dalam sistem penanggalan Hijriah atau bulan kedua belas. Kita telah memasuki bulan baru dan tahun baru Hijriah, yakni bulan Muharram 1442 H. Oleh karenanya tidak ada salahnya kita terus melakukan muhasabah, yakni menghitung kedirian kita atau introspeksi atas apa yang kita lakukan selama satu tahun sehingga dapat menjadi pijakan kita dalam melangkah di tahun-tahun berikutnya. 
 
Dalam rangka hal tersebut, kiranya pantas kita mengingat kembali pesan Sayyidina Ali karramallahu wajhah, sebagaimana termaktub dalam kitab Nashaihul Ibad karya Ibnu Hajar al-Asqalani:
 
كُنْ عِنْدَ اللهِ خَيْرَ النَّاسِ وَكُنْ عِنْدَ النَّفْسِ شَرَّ النَّاسِ وَكُنْ عِنْدَ النَّاسِ رَجُلاً مِنَ النَّاسِ
 
“Jadilah manusia yang paling baik di sisi Allah, dan jadilah manusia yang paling jelek dalam pandangan dirimu, serta jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.”
 
Jamaah Jumat rahimakumullah, pesan ini memberikan arahan yang sangat luar biasa bagi umat Islam dalam mengarungi kehidupan dunia, demi memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Pertama, kita diharapkan terus meningkatkan ketakwaan dan amal kebaikan di hadapan Allah subhanahu wata‘ala. Menjalankan perintah-Nya dan sedapat mungkin menjauhi apa yang menjadi pantangan atau larangan dalam kehidupan sesuai dengan tuntunan agama. Sehingga kita bisa menjadi manusia yang baik di sisi-Nya.  
 
 Kedua, kita harus merasa kurang atas amal kebaikan yang kita lakukan dengan terus merasa diri kita jelek. Hal ini bukan berarti merendahkan diri, namun untuk menjauhkan kita dari sikap ujub (sombong), riya (pamer), dan sum’ah (mengharap pujian orang lain). 
 
Ketiga, kita harus menundukkan diri di hadapan orang lain dengan tidak merasa lebih baik. Mungkin banyak di antara kita ketika melihat orang lain, merasa dirinya lebih baik atau lebih mulia. 
 
Maasyiral muslimin rakhimakumullah, Lantas bagaimana kita mampu mendorong diri kita untuk terus berbuat kebaikan tersebut? Syekh Abdul Qadir al-Jailani memiliki tips sederhana yang dapat kita lakukan dalam keseharian kita. 

Pertama, jika kita melihat orang lain hendaknya kita memandangnya bahwa dia memiliki kelebihan daripada diri kita sendiri, mungkin dia lebih bertakwa, lebih banyak amal kebajikannya, lebih tinggi derajatnya di hadapan Allah subhanahu wata‘ala. 
 
Kedua, jika kita melihat anak kecil atau lebih muda, jangan kita merasa lebih baik darinya. Katakanlah, 

“Mungkin dia dosanya lebih sedikit daripada diriku, karena umurnya lebih sedikit dariku.” Sebaliknya jika kita melihat orang lebih tua, hendaknya kita melihat bahwa dia telah berbuat kebaikan lebih banyak dari diri kita. 
 
Ketiga, jika kita melihat orang alim, orang yang memiliki ilmu, hendaknya kita menilainya dia memiliki cara yang baik dan benar mengamalkan pengetahuannya dan telah berbuat kebaikan dengan ilmunya tersebut. Sebaliknya jika kita melihat orang bodoh, hendaknya kita katakan, 

“Mungkin dia berbuat dosa atau salah akibat ketidaktahuannya, sementara kita lebih berdosa karena berbuat salah pengetahuan pengetahuan yang kita miliki.” 

Orang bodoh berbuat salah bisa jadi karena ketidaktahuannya, sementara orang alim (memiliki pengetahuan) berbuat dosa bukan karena tidak tahu. 

Ilustrasi sederhana yang mungkin dapat kita pakai, siapakah yang bisa berbuat korupsi? Tentu ia yang memiliki akses, pengetahuan bagaimana mengambil dan memanfaatkan uang tersebut untuk dirinya atau golongannya. Bukan orang yang tidak memiliki pengetahuan bagaimana menyelewengkan uang negara.  
 
Hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Instrospeksi diri bukan hanya dilakukan sekali, namun harus menjadi bagian yang tertanam dalam kehidupan kita sehari-hari. Muhasabah adalah cara mengendalikan hidup kita, yang akan memiliki efek luar biasa pada diri kita, keluarga, dan lebih luas lagi pada masyarakat. Keteledoran kita untuk melakukan introspeksi bukan hanya dapat mengakibatkan kerusakan pada kehidupan kita, tetapi juga kehidupan yang lebih luas yakni keluarga dan masyarakat.  Rasulullah saw. bersabda:
 
اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ (رواه أحمد) 
 
“Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah.” (HR Ahmad)
 
Hadirin Jamaah Jumat rahimakumullah, semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mampu terus introspeksi dan berbenah diri sehingga kita mampu menjadi penyokong tumbuhnya keluarga dan masyarakat yang baik menuju baldatunn thayyibatunn warabbun ghafuur. (@fen/sumber: portal jember dari laman resmi nu online) **
 


Selasa, 18 Agustus 2020

TAUSIAH: 3 Perilaku yang Sangat Dibenci Rasulullah

 

Kaligrafi Rasulullah Muhammad saw.  Ilustrasi./republika.co.id/ist.

BAIT-buat-dakwah.blogspot.com -    

إنَّ أحبَّكم إليَّ وأقربَكم منِّي في الآخرةِ محاسِنُكم أخلاقًا وإنَّ أبغضَكم إليَّ وأبعدَكم منِّي في الآخرةِ أسوَؤُكم أخلاقًا الثَّرثارون المُتفيهِقون المتشدِّقون

Dalam kitab Riyadhush-Shalihin, Imam an-Nawawi menukil sebuah hadis yang diriwayatkan Imam At-Turmudzi dari Jabir r.a.. Pada suatu kesempatan, Nabi saw. berkumpul dengan sahabatnya, lalu memberi petuah yang menggetarkan hati. 

"Sesungguhnya, yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan, sungguh yang paling aku benci di antara kalian dan paling jauh duduknya denganku pada hari kiamat adalah al-tsatsaruun dan al-mutasyaddiquun serta al-mutafaihiquun,"  Rasulullah saw bersabda. 

Lalu para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, kami mengerti al-tsartsaruun dan al-mutasyaddiquun. Tapi, siapakah al-mutafaihiquun itu?" 

Beliau saw. menjawab, "Al-mutakabbiruun."   

Melalui hadis ini, Nabi saw. hendak mengingatkan umatnya soal tiga perkara yang paling dibencinya karena termasuk akhlak al-madzmumah (perilaku buruk), yakni:

Pertama, al-tsartsaruun (orang yang banyak celoteh dan suka membual). Golongan pertama yang dibenci Nabi saw. adalah pembual atau pendusta yang banyak cakap dan lagunya serta pandai pula bersilat lidah. Kadang, ucapannya disertai argumentasi logis dan yuridis, namun mengandung kebohongan dan tipuan. Kalau bicara seenaknya, kurang menjaga adab dan menyela pembicaraan. 

Nabi saw. berpesan, فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ "Katakanlah yang baik atau diam." (HR Bukhari). Jangan percaya kepada orang yang banyak cakap, tapi minim amal atau tidak sesuai dengan lakunya: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”  (QS (61): 2-3).

Kedua, al-mutasyaddiquun (orang yang suka bicara berlebihan kepada orang lain). Golongan kedua yang dibenci Nabi saw. adalah orang  berlagak fasih dengan tata bahasa yang menakjubkan. Jika bicara, bumbunya berlebihan hingga tak sesuai kenyataan. Lihai dalam bertutur kata, tapi hanya ingin dapat pujian. Tidak jarang pula, bahasanya indah, namun berbisa (menghinakan). Ia pun susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah.

Dalam diri manusia ada hati (wadah), akal (pengendali), dan hawa nafsu (keinginan). Jika hati kotor, yang keluar dari lisan pun kotor. Jika baik, yang keluar dari ucapan juga baik: 

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.  Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”  (QS (91): 8-10).             

Ketiga, al-mutafaihiquun (orang yang suka membesarkan diri). Golongan ketiga yang sangat dibenci Nabi saw. yakni orang sombong atau angkuh. Kesombongan pertama adalah ketika iblis menolak sujud kepada Nabi Adam a.s., lalu ia pun dikeluarkan dari surga (QS (5): 29-35). 

Fir'aun yang mengaku Tuhan (QS (79): 23-25,(28): 38), akhirnya ditenggelamkan di Laut Merah. Qarun yang pongah karena harta kekayaannya (QS (28):76-82), dilenyapkan ke perut bumi. Raja Namrudz yang menyetarakan diri dengan Allah SWT, justru dimatikan seekor nyamuk:     

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,' orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan mematikan'. Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,' lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS (2):258). (@fen/sumber: republika.co.id ) **

Senin, 17 Agustus 2020

Tausiah: Hindari Lima Bentuk Kedurhakaan kepada Orangtua.

Ilustrasi berbakti orangtua./republika.co.id/ist.

BAIT-buat-dakwah.blogspot.com - Islam melarang keras segala bentuk kedurhakaan seorang anak kepada orangtuanya. Bahkan, Islam memasukkannya ke dalam dosa-dosa besar yang mengiringi syirik.

Durhaka kepada kedua orangtua ('uququl walidain) artinya ialah tidak menaatinya, memutuskan hubungan dengan keduanya, dan tidak berbuat baik kepada keduanya (Lisanul 'Arab, karya Ibnul- Manzhur). 

Meskipun disebut walidain (kedua orangtua), tetapi durhaka kepada salah seorang di antaranya (ayah atau ibu) tetap tergolong pada anak durhaka. Dalam hadis, ditemukan beberapa penjelasan tentang bentuk-bentuk 'uququl walidain, di antaranya:

Pertama, mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orangtua bersedih hati, apalagi sampai menangis. 

بكاء الوالدين من العقوق

Abdullah bin Umar berkata, "Membuat tangisnya kedua orangtua adalah termasuk durhaka kepadanya." (HR Bukhari). 

Tangisan orangtua itu disebabkan tersinggung atau sakitnya hati mereka terhadap perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh anaknya. Berbeda halnya ketika mereka meneteskan air mata karena terharu atau bangga, tentu tidak termasuk bentuk kedurhakaan. 

Kedua, melaknat kedua orangtua. Rasul saw. bersabda:   ولعَن اللهُ مَنْ لعَن والديهِ "... Allah melaknat orang yang melaknat kedua orangtuanya." 

Seorang anak yang berani mengeluarkan kata-kata cacian atau mendoakan kejelekan kepada kedua orangtuanya, maka Allah akan melaknatnya. Laknat Allah akan membuat hidupnya jauh dari petunjuk-Nya sehingga ia diliputi oleh kegelapan dan kesusahan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Ketiga, mencela orangtua, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sabdanya:

إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ: «يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أَمَّهُ

"Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orangtuanya." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, adakah orang yang mencela dua orangtuanya?" Beliau saw. menjawab, "Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu mencela ibunya." (HR al-Bukhari-Muslim).

Keempat, melakukan perbuatan buruk yang membuat orangtuanya marah. Nabi saw. bersabda: 

مَن أصْبحَ مُطيعًا لله في والِدَيه أصْبحَ له بابانِ مَفتوحانِ مِن الجنَّة، وإنْ أمسى فمِثْل ذلك، ومَن أصْبحَ عاصيًا لله في والِدَيه أصْبحَ له بابانِ مَفتوحانِ إلى النَّار، وإنْ أمْسى فمِثْل ذلك، وإنْ كان واحدًا فواحدٌ، قال رجل: وإنْ ظَلَماه؟ قال: وإنْ ظَلَماه، وإنْ ظَلَماه، وإنْ ظَلَماه

"... Dan, barangsiapa pagi-pagi membuat marah kedua orangtuanya, maka baginya dua pintu yang terbuka menuju neraka, dan jika ia sore-sore berbuat demikian, maka baginya seperti itu dan kalau orangtua seorang maka ia mendapatkan satu pintu meskipun keduanya menganiaya, meskipun keduanya menganiaya, meskipun keduanya menganiaya." (HR Baihaqi).

Hadis ini menjelaskan bahwa seorang anak tidak boleh melakukan hal-hal buruk yang mengundang kemarahan orangtuanya. Setiap orangtua yang baik tentu akan marah jika anaknya melakukan perbuatan buruk, apalagi buruk dalam pandangan agama, seperti berbuat zina, meminum minuman keras, berjudi, dan sebagainya.

Kelima, lebih mementingkan istri daripada orangtua. Jika seorang anak lebih mementingkan istrinya dari pada orangtua, lalu orangtua tersinggung dengan perlakuan itu, maka ia termasuk anak durhaka.

Hal ini dapat dilihat dari kisah Alqamah. Menjelang wafat, ia mengalami kesulitan mengucapkan syahadat saat sakaratul maut, padahal Alqamah adalah ahli ibadah. Ternyata ibunya tidak rida kepada Alqamah karena ia pernah lebih mementingkan istri daripada ibunya. Karena tidak dimaafkan, Rasul memerintahkan Bilal untuk membakar Alqamah maka hati si ibu pun iba dan tak rela anaknya dibakar di hadapannya. Sang ibu pun rida dan memaafkan Alqamah. @fen/sumber: republika.co.id

Sabtu, 15 Agustus 2020

Yang Mendapat Cahaya Ilahi di Balik Jeruji Besi (2/Habis)

BAIT-buat-dakwah.blosspot.com - Karisma, pemikiran, dan keberanian pria kelahiran Nebraska tanggal 19 Mei 1925 itu bersinar terang, hingga membuatnya mampu menjabat sebagai ketua Nation of Islam usai bebas dari penjara. Pada 1964 ia memutuskan keluar karena berseberangan pendapat dengan elite organisasi lain.

Di masa setelahnya ia didekati oleh beberapa tokoh muslim Sunni yang akhirnya mampu mendorong Malcolm untuk memeluk Islam arus utama. Malcolm pun melaksanakan ibadah haji pada bulan April 1964. Ironisnya, setahun kemudian ia tewas dibunuh oleh tiga orang anggota Nation of Islam.

Demi Perlindungan, Tapi Bisa Jadi Ekstremis?

Di luar alasan keyakinan, menjadi muslim di penjara juga punya keuntungan lain. Penjara di AS punya kultur geng dan kekerasan antar-anggotanya. Sedemikian kuatnya, sampai orang-orang harus punya perlindungan agar bisa bertahan. Napi yang mau masuk Islam bisa mendapatnya dari kelompok berisi napi muslim lain. Solidaritas terbangun karena kesamaan akidah.

Di Inggris para napi berbondong-bondong masuk Islam juga demi kepentingan pragmatis. Selain dukungan dan perlindungan dari napi muslim lain, mereka juga mengharapkan durasi keluar ruang tahanan lebih lama atau menu makanan yang lebih enak selama bulan Ramadan, demikian lapor Telegraph.

Telegraph memuat ulang riset bertajuk Muslim Prisoner's Experiences yang mengungkapkan bahwa 30 persen dari 164 napi muslim yang diwawancara ternyata masuk Islam di penjara. Otoritas penjara mengaku punya kekahawatiran para napi lambat laun berubah menjadi ekstremis jika bergaul dengan tahanan ekstremis lain.

Dalam laporan Guardian, fenomena napi masuk Islam juga melanda Australia. Namun para akademisi, imam, dan pekerja penjara di Australia menyatakan bahwa kekhawatiran tersebut agak berlebihan. Meski demikian, tidak berarti tidak ada potensi barang satu persen pun. Menurut peneliti Australian National University, Clarke Jones, semua tergantung kondisi di dalam penjara.

Jones telah mempelajari dua penjara di Australia dan kurang lebih sembilan lainnya di negara-negara Asia Tenggara. Salah satu kesimpulan risetnya adalah proses radikalisasi akan makin berhasil jika kondisi di dalam penjara semakin keras.

Faktor utama seorang teradikalisasi bukan agama, sebab temuannya berkata bahwa semakin saleh seorang narapidana justru semakin kecil kemungkinan ia menjadi radikal. Agama bukan faktor satu-satunya, melainkan juga menyangkut kultur di dalam penjara, hambatan-hambatan sosial dalam kontak dan komunikasi antar-penghuni, hingga kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.

Mualaf Guantanamo

Uniknya, kisah masuk Islam tak hanya terjadi pada narapidana. Ada seorang penjaga Guantanamo Bay, salah satu penjara dengan sistem pengamanan paling ketat di dunia, yang masuk Islam.

Namanya Terry Holdbrooks. Sebelumnya ia bergabung di militer AS. Sebelum berganti keyakinan, ia termasuk peminum kelas berat. Kebenciannya kepada Muslim terpupuk terutama usai ia mengunjungi situs aksi teror 9/11 di New York.

Namun sikapnya pelan-pelan berubah berkat sikap ramah para napi muslim di Guantanamo Bay. Terry sendiri bukan pria yang membiasakan senyum saat bertemu orang lain. Terry kagum, sekaligus bertanya-tanya, sebab napi-napi itu bisa tetap ramah meski dikurung di salah satu penjara paling kejam di AS—bahkan dunia.

“Apa yang kamu (napi) punya yang aku tak punya?” katanya kepada Al Jazeera.

Terry lalu mencari tahu, dan menemukan dunia Islam melalui dialog dengan seorang tahanan, Tahanan inilah yang mampu membuat Terry jatuh cinta dengan Islam. Tahanan ini memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam. Alih-alih beradu argumen, si tahanan kerap mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Terry berpikir mendalam tentang keyakinannya.

Bersama tahanan itu pula Terry mengucap dua kalimat syahadat, syarat pertama dan utama menjadi seorang muslim.

“Kukira sangat amat mungkin untuk mengadopsi Islam, menjalankan kehidupan yang Islami sebagai seorang muslim, dan di saat yang bersamaan juga menjadi seorang warga negara Amerika. Masuk Islam bak membuka pintu baru. Masuk Islam di Guantanamo, sepertinya sesuatu yang istimewa,” pungkasnya. (@fen/sumber: tirto.id) **


Yang Mendapat Cahaya Ilahi di Balik Jeruji Besi (1)

BAIT-buat-dakwah.blogspot.com - Islam adalah agama dengan pertumbuhan terpesat di Amerika Serikat. Pew Research pernah menelitinya di tahun 2007, 2011, dan 2017 dengan menggunakan data sensus pemerintah. Hasilnya, sebagaimana dilaporkan CNN, populasi muslim bisa menjadi komunitas relijius terbesar kedua di Paman Sam dalam dua dekade ke depan.

Tahun lalu ada 3,45 juta muslim di AS. Jika tren pertumbuhannya bertahan, pada tahun 2050 jumlahnya akan meningkat jadi 8,1 juta jiwa. Populasi muslim akan melampaui populasi orang Yahudi yang kini jadi kelompok pemeluk agama terbesar kedua di AS.

Pertumbuhan yang pesat tak hanya terjadi di kalangan warga penikmat kebebasan, tetapi juga yang berada di balik jeruji besi. Banyak laporan yang mengonfirmasi tren ini dalam beberapa tahun, bahkan dekade belakangan. 

Merujuk Bloomberg tahun lalu, misalnya, kini populasi napi muslim mencapai 18 dari total napi di AS. Dari seluruh proses pindah keyakinan yang dicatat otoritas penjara, 80 persennya pindah ke Islam.

Pew Research pada 2012 menyebutkan bahwa napi muslim membentuk sekitar 9 persen dari total 1,6 juta narapidana di penjara negara dan federal di AS. Lebih tinggi ketimbang catatan Biro Penjara AS yang pada 1997 menyatakan ada 7.27 persen napi muslim dari total seluruh tahanan di penjara federal AS.

Ada orang yang khusus menangani hak beribadah napi di AS yang kerap diistilahkan dengan “chaplain” atau pendeta. Dalam riset Pew Research mereka diminta untuk menyebutkan kondisi para pemeluk agama di penjara-penjara Amerika sehingga dapat dianalisis secara kuantitatif tingkat pertumbuhan, stagnasi, atau penurunan jumlahnya.

Sebanyak 51 persen responden menyatakan Islam adalah agama dengan jumlah pemeluk paling pesat berkembang. Di posisi kedua ada Protestan dengan 47 persen. Berturut-turut di bawahnya ada pengikut pagan (34 persen), spriritual suku asli Amerika (24 persen), Yahudi (19 persen), Katolik (14 persen), tidak terafiliasi (12 persen), Buddha (12 persen), Mormon (3 persen), Kristen Ortodok (3 persen), dan Hindu (1 persen).

The Australian pernah melaporkan bahwa sepanjang tahun 2001 hingga 2014 diestimasikan ada seperempat dari satu juta tahanan di AS yang masuk Islam. Jumlahnya berarti sekitar 250.000 orang. Sementara Shrenn Khan dari Al Jazeera pada awal April kemarin menyoroti fenomena ini dengan menyebutkan bahwa jumlah napi muslim di AS kini mencapai 10-15 persen dari total napi.

Tuntut Hak, Lawan Diskriminasi

Shreen Khan lalu menelaah lebih dalam melalui salah satu penjara yakni California Departement of Corrections and Rehabilitation. Ia bertemu dengan imam para napi muslim bernama Muhammad Ali. Ali mengatakan ada satu hingga dua napi yang masuk Islam hampir tiap bulannya. Agama dianggap penting bagi napi karena menghubungkan mereka dengan hal yang lebih besar dibanding situasi yang sedang mereka hadapi.

“Di penjara kamu tak bisa mengontrol banyak hal. Memeluk Islam menyediakan kesempatan bagi napi untuk memikirkan tentang rehabilitasi. Berpikir tentang arti kehidupan. Tentang akan menjadi manusia seperti apa nantinya, saat masih berada di balik jeruji besi maupun setelah bebas.”

Persoalannya, lanjut Ali, tidak semua penjara ramah terhadap Islam atau pemeluknya. Era yang diskriminatif bagi napi-napi Muslim terjadi pada dekade 1970-an. Pada 1996 beberapa napi Muslim melayangkan tuntutan demi terpenuhinya akses terhadap layanan agama. Termasuk di antaranya minta disediakan seorang imam dan kesempatan menghadiri salat jumat tanpa dibayang-bayangi hukuman penalti.

Tuntutannya dikabulkan. Namun, otoritas penjara kala itu berdalih bahwa pihaknya tak pernah memberlakukan larangan bagi para napi untuk menjalankan keyakinannya. Permasalahan yang sebenarnya, lanjut mereka, sekadar terkait administrasi.

Meski akses sudah lebih terbuka, perjuangan melawan diskriminasi belum selesai. Data riset Institute for Social Policy and Understanding (ISPU) bulan Januari 2013 (PDF) menyatakan bahwa laporan diskriminasi atas dasar agama di penjara AS sepanjang 2005 dan 2007 berasal dari napi muslim. Mereka juga sekaligus kelompok pemohon akomodasi relijius terbesar dari 1997 ke 2008.

Napi-napi muslim meneladani semangat Malcolm X, tokoh muslim kulit hitam Amerika yang aktif membela hak asasi manusia. Ia pernah dipenjara pada tahun 1946, kala usianya menginjak 20 tahun. Di balik jeruji besi, tepatnya pada tahun 1952, dan bergabung menjadi anggota organisasi Nation of Islam. (bersambung/@fen/sumber: tirto.id) **

Tausiah: Penyesalan Mereka yang Memilih Jalan Bengkok


Ilustrasi./hidayatullah.com/ist. 

BAIT-buat-dakwah.blogspot.com -  Allah Taala telah menyediakan dua jalan kepada manusia, yakni jalan yang lurus dan jalan yang bengkok. Manusia dipersilahkan memilih. Bebas! Namun, ada konsekuensi atas pilihan tersebut.

Tentang kedua jalan ini, telah diperkenalkan oleh Allat Taala kepada manusia lewat perantaraan para nabi dan rasul. Manusia yang melakukan proses “iqra” akan mengetahui dengan jelas kedua jalan ini beserta konsekuensinya, termasuk bagaimana kesudahan para pemilih jalan bengkok.

Para pemilih jalan bengkok ini akan menyesal teramat dalam. Mereka memohon kepada Allah Taala untuk dikembalikan ke dunia agar bisa memilih jalan yang lurus. Namun, penyesalan mereka sudah tak ada gunanya lagi.

Tentang hal ini, Allah Taala berfirman dalam al-Quran surat Fatir (35) ayat 37 bahwa kelak para pemilih jalan bengkok ini akan berteriak di dalam neraka. Kata mereka, 

“Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan apa yang telah kami kerjakan dahulu.”

Lalu Allah Taala berkata kepada mereka, 

“Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir? Padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.”

Sebenarnya, Allah Taala telah membukakan pintu ampunan kepada orang-orang yang memilih jalan bengkok asalkan mereka menyadari kekeliruannya dan bertaubat dengan sebenar-benar taubat.

Ini dinyatakan oleh Allah Taala dalam al-Quran surat Az-Zumar (39) ayat 53, 

“… Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Imam Ahmad menceritakan tentang ayat ini bahwa suatu ketika seorang sahabat Rasulullah saw. bernama Tsauban mendengar Rassulullah saw. bersabda, 

“ 'Aku tidak suka bila diberikan kepadaku dunia dan seisinya sebagai ganti dari ayat ini', yaitu 'Katakanlah wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri …' hingga akhir ayat. Lalu ada seorang laki-laki bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang musyrik?' Rasulullah saw. terdiam, lalu bersabda, 'Ingatlah, dan juga terhadap orang-orang musyrik'. Beliau mengulanginya hingga tiga kali."

Selanjutnya, dalam surat Az-Zumar (39) ayat 54 dan 55, Allah Taala berfirman, 

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu (Alquran) dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu secara mendadak, sedang kamu tidak menyadarinya.”

Lalu, dalam ayat 56, 57, dan 58, surat Az-Zumar (39), Allah Taala kembali mengingatkan manusia agar jangan sampai kelak menyesal dengan mengatakan, 

“Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang mengolok-olokkan (agama Allah).”

Atau, mengatakan, “Sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa,” Atau, berkata setelah melihat azab di depan mata, “Sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), tentu aku termasuk orang-orang yang berbuat baik.”

Lalu, rangkaian ayat ini ditutup dengan firman Allah Ta’ala, “Sungguh, sebenarnya keterangan-keterangan-Ku telah datang kepadamu. Tetapi kamu mendustakannya, malah kamu menyombongkan diri dan termasuk orang kafir.” (Az-Zumar (39): 59)

Semoga kita tidak menjadi orang-orang yang menyesal sebagaimana digambarkan oleh Allah Taala dalam rangkaian ayat-ayat tadi. (@fen/sumber:hidayatullah.com) **



Jumat, 14 Agustus 2020

Khutbah Jumat: Jangan Takut Tak Dapat Rezeki

Ilustrasi./minanews.net/ist.

Oleh Ali Farkhan Tsani

KITA sebenarnya tidak sedang mencari rezeki. Tapi menjemput rezki. Rezekinya sudah ada, sudah Allah tentukan. Tinggal kita jemput. Yang kita lakukan adalah mencari berkahnya dari rezeki itu.

Kita jangan takut dapat atau tidak dapat rezeki. Karena itu semua sudah ada dalam jaminan Allah. Yang penting adalah justru apakah kita dapat berkahnya atau tidak? Berkah itu karena halal caranya dan halal zatnya.

Jadi, kita ikhtiar jangan takut tidak dapat rezeki. Tapi takutlah tidak dapat rida Ilahi.

Wilayah kita adalah meluruskan niat, menyempurnakan ikhtiar dan memperkuat doa. Jangan risau tidak dapat rezeki yang itu sudah dijamin Allah. Tapi risaulah kalau tidak dapat rida Allah.

Pernahkah kita tidak minum dalam sehari saja? Atau tidak bernafas satu jam saja? Ternyata banyak rezeki yang datang sendiri. Air minum, udara, semua rezki dari Allah.

Bahkan saat kita di dalam kandungan ibu. Apakah kita mencari rezeki? Ternyata tidak. Rezekilah yang mendatangi kita.

Sekarang yang terpenting adalah kita kerja yang benar. Benar niatnya, benar pula caranya. Kalau dapat rezeki, kita bersyukur. Kalau tidak dapat atau belum sesuai harapan, ya kita bersabar.

Soal jaminan Allah dalam hal rezeki, di antaranya terdapat di dalam Surat Hud (11) Ayat 6:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرض إِلا عَلَى الله رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Al Lauh Al Mahfuz).”

Berkaitan dengan ayat ini, Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa seluruh rezeki dan ketentuannya hanya Allah yang semata-mata memilikinya. Simpanan rezeki tersebut adalah di tangan Allah. Allah-lah yang memberi pada siapa yang Allah kehendaki, Allah pula yang menghalangi rezeki tersebut pada yang lain sesuai dengan hikmah dan rahmat-Nya yang luas.

Bukan berarti juga berpangku tangan dan meminta-minta. Namun tetap maksimalkan ikhtiar, doa  dan tawakkal. Ikhtiar itu fisikal. Doa itu lisan. Tawakkal itu jiwanya.

Berkaitan dengan ini, ada satu doa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ajarkan kepada kita agar kita merasa cukup dengan rezeki yang halal. Sehingga tidak perlu lagi menambah dengan yang haram. Sehingga tidak perlu lagi kita berbuat korup, menipu, menzalimi atau memakan riba.

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Artinya: “Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR At-Tirmidzi).

Hal lainnya adalah kita seringkali menyebut rezeki itu hanya yang bersifat materi, kasat mata, seperti uang, makanan, benda-benda, dsb. Namun justru ada rezeki dalam bentuk lain yang sering kita lupakan, yaitu rezeki dalam bentuk nikmat kesehatan, kelapangan waktu, ketekunan beribadah, nikmat Islam dan iman.

Kita dapat bertadarus satu hari satu juz, itu rezeki yang luar biasa. Kita konsisten salat lima waktu berjemaah, jangan lupa itu pun rezeki tak terkira. Kita memiliki anak yang tekun menghafal ayat-ayat Alquran, gemar ke masjid salat berjemaah, berbakti kepada orang tua. Itu pun sungguh rezeki sangat besar.

Semoga Allah cukupkan kita dengan rezeki yang halal, thayyib, berkah, mudah lagi melimpah. Aamiin. (@fen/sumber: minanews.net)**

Rabu, 12 Agustus 2020

6 Orang yang Doanya Selalu Diterima Allah SWT


Ilustrasi/eramuslim/ist. 

BAIT-buat-dakwah.blogspot.com. -  NABI Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap kali seseorang berdoa karena Allah Subhanahu wa ta’ala, maka Allah akan menerima permohonannya atau menghindarkan masalah yang datang.

Jika orang tersebut berdoa sesuatu yang tidak dapat diterima dalam syariat Islam atau melanggar aturan, maka tidak diterima dengan cara apa pun.

Berikut ini enam jenis orang yang doanya selalu diterima Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana dikutip dari The Islamic Information, Kamis (11/6).

1. Doa orang sakit

Di antara doa yang mustajab adalah doa yang dipanjatkan dari seseorang ketika dalam kondisi lemah, terpepet, terdesak, yang sangat membutuhkan pertolongan Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka itu, doa mereka lebih mustajab dibandingkan doa mereka yang sehat dan dalam keadaan longgar.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ

Artinya: “Siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan." (QS An-Naml: 62)

Kita semua tahu, orang sakit termasuk di antara mereka. Ibnu Allan menjelaskan mengapa doa orang sakit lebih mustajab.

وذلك لأنّه مضطر ودعاؤه أسرع إجابةً من غيره

Artinya: “Karena orang sakit termasuk orang yang terdesak. Dan doanya lebih cepat diijabahi daripada yang lainnya.” (Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah, Syarh Al-Adzkar An-Nawawiyah, 4/92).

2. Doa orang yang berpuasa

Doa orang yang berpuasa berfungsi seperti pesona. Banyak ulama menyebut waktu puasa sebagai momen emas untuk berdoa.

An-Nawawi menjelaskan:

ﻳﺴﺘﺤﺐّ ﻟﻠﺼﺎﺋﻢ ﺃﻥ ﻳﺪﻋﻮ ﻓﻲ ﺣَﺎﻝِ ﺻَﻮْﻣِﻪِ ﺑِﻤُﻬِﻤَّﺎﺕِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻪُ ﻭَﻟِﻤَﻦْ ﻳُﺤِﺐُّ ﻭَﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ

Artinya: “Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk berdoa sepanjang waktu puasanya (selama ia berpuasa) dengan doa-doa yang sangat penting bagi urusan akhirat dan dunianya, bagi dirinya, bagi orang yang dicintai dan untuk kaum muslimin.” (Syarh Al-Muhaddzab An-Nawawi)

3. Doa ayah untuk anaknya

Biasanya seorang ibu yang banyak berdoa untuk anak-anaknya, tetapi ternyata ayah juga bisa. Sebab setiap kali seorang ayah berdoa untuk anak-anaknya akan diterima.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Artinya: “Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orangtua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang dizalimi.” (HR Abu Daud Nomor 1536. Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini hasan).

4. Doa orang dari tempat jauh

Doa yang dipanjatkan seseorang untuk orang lain dari tempat yang jauh tidak akan ditolak oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan pasti dijawab.

Dari Abu Darda berkata bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُوْ لأَِخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلاَّ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوْكِلُ بِهِ آمِيْنَ وَلَكَ بِمِثْلِ

Artinya: “Tidaklah seorang muslim berdoa untuk saudaranya yang tidak ada di hadapannya, maka malaikat yang ditugaskan kepadanya berkata: ‘Amin, dan bagimu seperti yang kau doakan’.” (Sahih Muslim, Kitab Doa wa Dzikir bab Fadli Doa fi Dahril Ghalib)

5. Doa orang yang dianiaya

Dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

اِتَّقِ دَعْوةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

Artinya: “Takutlah kepada doa orang-orang yang teraniaya, sebab tidak ada penghalang antaranya dengan Allah (untuk mengabulkan).” (Shahih Muslim, kitab Iman 1/37–38)

6. Doa orang yang bepergian

Allah Subhanahu wa ta’ala akan menerima doa orang yang sedang bepergian (safar).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

Artinya: “Tiga orang yang doanya pasti terkabulkan: doa orang yang teraniaya, doa seorang musafir, dan doa orangtua terhadap anaknya.” (Sunan Abu Daud, Kitab Sholat bab Doa bi Dhahril Ghaib 2/89. Sunan At-Tirmidzi, Kitab Al Bir bab Doaul Walidain 8/98-99. Sunan Ibnu Majah, Kitab Doa 2/348 Nomor 3908. Musnad Ahmad 2/478. Dihasankan Al Albani dalam Silsilah Shahihah Nomor 596).  (@fen/eramusim.com/okz) **

Kamis, 06 Agustus 2020

Khutbah Jumat: Delapan Kunci Utama Wujudkan Generasi “Rabbi Radhiyah”

Ilustrasi./minanews.net/ist.

MENJADIKAN atau mewujudkan akhlak anak-anak sebagai generasi penerus  yang diridai oleh Allah atau dalam Alquran dikatakan generasi "rabbi radhiyah" merupakan cita-cita seluruh orangtua muslim.

Dalam Alquran Surat Maryam ayat 12-15 dijelaskan;

یَـٰیَحۡیَىٰ خُذِ ٱلۡكِتَـٰبَ بِقُوَّةࣲۖ وَءَاتَیۡنَـٰهُ ٱلۡحُكۡمَ صَبِیࣰّا ١٢. وَحَنَانࣰا مِّن لَّدُنَّا وَزَكَوٰةࣰۖ وَكَانَ تَقِیࣰّا ١٣. وَبَرَّۢا بِوَ ٰ⁠لِدَیۡهِ وَلَمۡ یَكُن جَبَّارًا عَصِیࣰّا ١٤. وَسَلَـٰمٌ عَلَیۡهِ یَوۡمَ وُلِدَ وَیَوۡمَ یَمُوتُ وَیَوۡمَ یُبۡعَثُ حَیࣰّا .١٥

Artinya: “(12) Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak. (13) Dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia pun seorang yang bertakwa. (14) Dan sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan orang yang sombong (bukan pula) orang yang durhaka. (15) Dan kesejahteraan bagi dirinya pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.” (QS Maryam 12-15).

Menurut Imaamul Muslimin, KH. Yakhsyallah Mansur, MA., paling tidak ada delapan kunci utama untuk menjadikan generasi Rabbi Radhiyah.

Kunci pertama yaitu harus berpegang pada Alquran karena semua petunjuk sudah terdapat di dalam Alquran. Pegang erat Alquran dan sungguh-sungguh.

Kedua adalah belajar sungguh-sungguh. Ketika seseorang belajar dengan sungguh-sungguh, insyaallah hasilnya akan maksimal dan sesuai dengan Alquran. Sebaliknya jika belajarnya main-main,  hasilnya tidak akan baik, dan ini bisa menjadi perusak bangsa.

Kunci ketiga yaitu mempunyai rasa kasih sayang terhadap sesama dan juga rasa empati dan simpati. Saling menyayangi akan menimbulkan rasa tenang dalam jiwa dan Allah akan meridai kepada orang yang punya rasa kasih sayang terhadap sesama.

Keempat menjaga kebersihan. Kalau dalam Alquran disebut “zakah”, maka indah dan nyamannya suatu tempat dilihat dari kondisi kebersihannya. Apabila bersih, pasti akan timbul rasa nyaman.

Kelima yakni berhati-hati. Jangan sembarangan menaruh barang karena timbulnya kerugian adalah disebabkan oleh adanya orang yang tidak berhati-hati. Adanya orang yang suka mengambil barang milik orang lain adalah disebabkan oleh adanya orang yang tidak berhati-hati dalam menaruh sesuatu.

Keenam adalah berbakti kepada kedua orangtua dan ini merupakan kunci utamanya sukses. Rida orangtua merupakan peran penting bagi suksesnya kehidupan seorang penuntut ilmu.

Ketujuh, tidak boleh bersikap sombong (lam yakun jabbaaron). Maka, banyaknya ilmu yang seseorang miliki, tidak boleh menjadikan dirinya sombong, bahkan seharusnya semakin banyak ilmu yang dimilikinya, maka semakin merendah. Pepatah mengatakan. orang berilmu itu seperti pohon padi, semakin berisi maka dia akan semakin merunduk.

Kedelapan yakni tidak melanggar aturan. Di mana pun tempat kita menuntut ilmu pasti ada peraturannya. Maka, patuhi peraturan tersebut. Tidak ada aturan yang dibuat dengan tujuan yang buruk, sudah pasti aturan-aturan dibuat adalah untuk kebaikan.

Generasi pertama yang memiliki gelar Rabbi Radhiyah ini adalah putra dari Nabi Zakariya, yakni Nabi Yahya alaihissalam.

Nabi Zakariya diuji oleh Allah dengan ujian tidak dikaruniai anak setelah berpuluh-puluh tahun menikah. Zakariya terus berdoa kepada Allah sampai akhirnya Allah kabulkan doanya, dikaruniakanlah seorang anak ketika Zakariya sudah berumur 120 tahun.

Anak tersebut oleh Allah diberi nama Yahya, dan dialah satu-satunya manusia yang diberi nama langsung oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Barakallahu lii walakum. (@fen/sumber: minanews.net) **

Minggu, 02 Agustus 2020

4 Faktor yang Bisa Datangkan Kemiskinan Menurut Alquran

Salah satu potret kemiskinan di ibu kota./ ilustrasi/republika.co.id/ist.

BAIT-buat-dakwah.blogspot.com - Sumber kemiskinan lumrahnya berasal dari permasalahan struktural yang bisa terjadi karena beberapa hal sebagaimana termaktub juga dalam Kitab Suci. 

Pertama, kemiskinan bisa jadi karena ada gejolak eksternal misalnya peperangan atau bencana alam sehingga suatu kaum yang tadinya sejahtera bisa dengan seketika menjadi miskin (misal kisah kaum Saba’ QS Saba (34):15-16 

“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Mahapengampun".  Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr."

Kedua, proses pemiskinan bisa pula secara gradual yaitu daya dukung alam terhadap manusia terus berkurang akibat degradasi lingkungan karena kerusakan yang sebagian besar diakibatkan ulah manusia sendiri 

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS 30:41) 

Ketiga, kemiskinan bisa pula terjadi karena eksploitasi sebagian manusia atas manusia lain, misalnya perbuatan zalim dengan memakan harta orang lain secara batil. 

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,” (QS At-Taubah (9):34). 

Kemiskinan kemudian bisa semakin diperparah dengan rendahnya solidaritas golongan kaya sehingga si miskin sulit mampu keluar dari kemiskinannya. Si kaya terus mengumpulkan harta benda lalu hanya menyimpannya saja (QS 70:18).

Keempat, kemiskinan timbul akibat konsentrasi kekuasaan, ketimpangan pendidikan, dan sumber daya ekonomi di mana ke kayaan hanya beredar di sekelompok kecil masyarakat. Mung kin pelajaran kronisme Fir’aun, Haman, Qarun yang menindas dan memiskinkan rakyat Mesir bisa dijadikan contoh (QS Al-Qashash (28):1-88). (@fen) ** 

Kamis, 23 Juli 2020

Khutbah Jumat: Resep dari Allah agar Tak Terpapar Virus Godaan Setan

Oleh F. Syarifuddin C

ALLAH SWT berfirman dalam Alquran yang artinya kurang lebih:

"Pada hari ketika manusia-manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap diri dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkan mereka." (QS Surat Abasa 34 - 37)

Begitulah  gambaran pada hari kiamat yang waktunya tidak diketahui tibanya, tetapi gambarannya sebagaimana telah diterangkan dalam ayat Alquran di atas. Bahwa ketika datang kiamat, setiap orang hanya bisa mengurusi dirinya sendiri dalam keadaan sibuk tak keruan, paknik, tak tahu apa yang harus dilakukan karena keadaannya sungguh mendadak. 

Jauh dengan saudara dan handai tolan, apalagi dengan orang lain, bahkan dengan anak dan istri, dengan ayah dan ibu, bakal saling berpisah menyelamatkan diri karena sudah tidak ada lagi kesempatan untuk saling tolong.

Keadaan seperti itu takk ubahnya kita menghadapi pandemi corona saat ini. Betapa tidak, semua orang di mana pun berada tengah asyik menikmati kehidupan normal, entah itu yang sedang mencari nafkah, yang ke kantor, yang mengajar, yang menjadi pemimpin, yang sedang menghibur lewat kreasi seni budaya, dan sebagainya, semuanya terkesima, mendapati amuk corona tanpa ampun. 

Bahkan yang lebih memprihatinkan bagi kita sebagai muslim, saf salat berjemaah juga yang mestinya rapat tak boleh ada celah, harus direnggangkan alias berjarak. Demikian pula tidak boleh berkumpul, tetapi harus saling berjauhan.
Yang dipikirkan setiap orang di musim pandemi corona ini tak ada lagi kecuali kewajiban menjaga diri masing-masing. Ya, agar virus corona tidak terpapar kepada dirinya atau memaparkan kepada orang lain.

Keadaan seperti ini datang secara tiba-tiba, tak ada pemberitahuan atau pengumuman dari siapa pun termasuk pemerintah, sungguh sangat mendadak. Walaupun sekarang orang-orang sudah merasa terbiasa seolah sudah begitu akrab dengan ancaman virus corona atau Covid-19 yang memang misteri tetapi ada meski tak tahu persis di mana adanya. 

Melihat kenyataan seperti itu ya tidak ada jalan lain kecuali harus waspada atau berhati-hati. 
Ya, corona tidak kasat mata, tetapi ada dan terasa oleh orang yang terpapar terbukti dia sakit lalu dirawat oleh pemerintah. Lalu setelah dirawat ada yang sembuh kembali, alhamdulillah, tetapi ada pula yang tidak tertolong hingga ribuan orang untuk di negara kita, sedunia sudah jutaan.

Kalau dipikir lebih dalam lagi hal itu tidak berbeda dengan virus kehidupan kita sehari-hari yang juga tidak terlihat tetapi ada buktinya, ada akibatnya. Apa pula itu?  Yaitu virus godaan sétan atau iblis laknatullah, musuh nyata manusia. Bukankah si iblis  mah tidak terlihat fisiknya, tidak tampak raganya, tetapi godaannya ada jejaknya pada kelakuan-kelakuan manusia yang buruk yang barangkali kita juga terkena.

Sekarang, untuk mengatasi virus corona  diusahakan membuat vaksin di mana-mana, termasuk di negara kita. Kita berharap vaksin itu segera ada dan bisa digunakan dengan mujarab sehingga bisa mengatasi ancaman virus corona yang ganas tersebut serta kita semua hidup dalam keadaan normal seperti sedia kala.

Lalu bagaimana mengatasi virus godaan setan, apakah ada vaksinnya? Tentu saja ada karena seperti penyakit lahir yang menurut keterangan pasti ada obatnya, nah penyakit batin akibat virus sétan juga ada obatnya. Bahkan sangat banyak dan gratis asal kita rajin mencarinya dengan cara mencari ilmu. Ini salah satunya yaitu yang termaktub dalam Alquran yang  artinya kurang lebih:

"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang kayu bakarnya manusia dan batu, yang menjaganya malaikat-malaikat yang galak dan keras.." (Surat At Tahrim: 6)

Nah inilah salah satu resep dari Allah agar kita tidak terpapar virus godaan setan.

Barakallaahu lii walakum, Aamiin. **

Minggu, 19 Juli 2020

KISWAH (Kisah dan Uswah) Bag. 3: ADAM BERJODOH

Ilustrasi Kakbah./net.

Dikisah ulang oleh Fendy Sy. Citrawarga

SESUDAH Allah SWT menciptakan Adam, lalu Dia menciptakan Siti Hawa (manusia berjenis perempuan pertama). Siti Hawa diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk Adam dengan sosok rupawan nan cantik tiada tanding. 
Busana surgawi tampak lebih mempercantik pesona Siti Hawa. Berikut perhiasan-perhiasan yang menempel di tubuhnya tak ayal lagi kian menambah kecantikannya.
Mendapat teman di surga, Adam tentu saja sangat bahagia. Dia tidak sendiri lagi, melainkan ada teman pengusir sepi.
Kebahagiaan Adam lebih-lebih ketika tak lama kemudian keduanya dipanggil oleh Penguasa Surga yang telah menciptakan keduanya, yakni Allah SWT. 
Dikira ada apa, ternyata ada kabar gembira yang kalau meminjam bahasa Sunda tak ubahnya "nu kagunturan madu kaurugan menyan konéng". 
Bagaimana tidak, sebab saat itu pula Adam berjodoh dengan Siti Hawa.  Tentu saja agar dalam pergaulan keduanya diridai oleh Allah yang kalau istilah sekarang kita kenal dengan sebutan menikah dengan ketetuan syara sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah SWT dan RasulNya.
Jadi, ketika menjalin kasih menambat rasa sayang di antara keduanya yang telah Allah ciptakan sejenis nafsu berahi di dalam tubuh keduanya, tetap berada dalam koridor kesucian melalui jalinan pertikahan tersebut yang tentu saja saat itu syariat yang diterapkan Allah hanya berlaku untuk keduanya.
Hal itu dapat dimengerti karena keduanya berada di dalam tempat kesucian yang disebut jannatunna'im, bukan neraka jahannam.
Tampaknya barangkali pengantin pertama dari golongan manusia itu   adalah Adam dan Siti Hawa, tentu saja harus tetap ada di setiap manusa yang mengaku muslim/muslimat bahwa di dalam mengesahkan hubungan berahi, hubungan biologis, harus terikat oleh tali pertikahan agar tidak termasuk zina yang dilarang oleh agama.
Setelah resmi menjadi suami-istri, kedua mempelai disuruh kerasan tinggal di surga yang merupakan tempat sarat aneka kanikmatan. Makanan, minuman, dan segala macam yang diinginkan sudah tersedia.
Singkatnya, ingin makan tinggal santap, tak harus susah-susah mencari uang untuk beli makanan, ingin minum tinggal menuang dari wadah yang telah tersedia berikut rasanya yang superlezat. 
Sudah begitu oleh Sang Pemilik surga dengan segala isinya itu disuruh-suruh jangan ragu dan tak usah bayar. Dalam Alquran tercatat:
"Wahai Adam, silahkan Anda dan istri Anda diami surga. Silakan santap berbagai macam makanan yang banyak dan lezat di mana saja kalian inginkan. Hanya, jangan sekali-kali mendekati satu pohon yang bakal menimbulkan Anda tergolong orang zalim." (Al Baqarah ayat 35). (bersambung)
_______________

PANGAN (Pantun Renungan)

"Belanja di akhir pekan,
bawa kardus juga panci.
Apa saja boleh makan,
halal harus jadi kunci." **

Sabtu, 18 Juli 2020

Pesan Antirasis dalam Islam Sejak 14 Abad Lalu (2)


Ilustrasi muslim./pexels/by rm/via viva

SEPERTI halnya gerakan revolusioner lain, Islam awalnya menghadapi perlawanan sengit dari banyak elite.

Suku Quraisy, misalnya, yang mengendalikan perdagangan di Mekah – bisnis yang sangat menguntungkan bagi mereka, tidak mau melepas gaya hidup nyaman yang mereka bangun di atas punggung orang lain, terutama budak yang mereka bawa dari Afrika.

Pesan Nabi tentang egalitarianisme cenderung menarik bagi “orang-orang yang tidak diinginkan” – orang-orang dari masyarakat pinggiran.

Umat Islam awal mencakup pemuda-pemuda dari suku yang kurang berpengaruh yang ingin lepas dari stigma dan budak-budak yang dijanjikan pembebasan dengan memeluk Islam.

Perempuan, yang dinyatakan setara dengan laki-laki di Alquran, juga menganggap pesan Muhammad sangat menarik. Namun, potensi kesetaraan gender dalam Islam kemudian akan dikompromikan oleh kebangkitan masyarakat patriarki.

Pada saat Nabi Muhammad wafat pada 632 H, Islam telah membawa transformasi mendasar bagi masyarakat Arab, meski tidak pernah sepenuhnya menghapus hirarki kesukuan di wilayah ini.

Lepas dari derita

Pada awalnya, Islam juga menjadi daya tarik bagi orang non-Arab, orang luar yang tidak punya banyak pengaruh dalam masyarakat tradisional Arab.

Ini termasuk Salman al-Farisi yang melakukan perjalanan ke semenanjung Arab untuk mencari kebenaran religius, Shuhaib ar-Rumi seorang pedagang, dan seorang budak dari Ethiopia yang bernama Bilal.

Ketiganya menjadi terkenal dalam Islam selama masa hidup Muhammad. Kekayaan Bilal yang jauh membaik menggambarkan bagaimana egalitarianisme yang diberitakan oleh Islam mengubah masyarakat Arab.

Sebagai seorang hamba yang diperbudak seorang aristokrat Mekah bernama Umayya, Bilal dianiaya oleh pemiliknya karena memeluk agama baru.

Umayya meletakkan batu di dada Bilal, mencoba mencekiknya sampai ia bersedia meninggalkan Islam.

Tergerak oleh penderitaan Bilal, teman Muhammad sekaligus orang kepercayaannya Abu Bakar yang akan memimpin masyarakat Muslim setelah kematian Nabi, membebaskannya.

Bilal sangat dekat dengan Muhammad. Pada 622, Nabi menunjuknya sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan sebagai pengakuan atas suaranya yang kuat dan indah dan kesalehannya.

Bilal kemudian menikahi seorang perempuan Arab dari suku yang terhormat, sesuatu yang tidak terpikirkan oleh orang Afrika yang diperbudak pada periode pra-Islam.

Black lives matter

Bagi banyak orang Muslim modern, Bilal adalah simbol pesan egaliter Islam, yang dalam penerapan idealnya mengakui tidak ada perbedaan di antara manusia atas dasar etnis atau ras, tapi lebih mengutamakan integritas pribadi.

Salah satu surat kabar milik orang Muslim kulit hitam terkemuka di Amerika Serikat, yang diterbitkan antara tahun 1975 dan 1981, dinamai The Bilalian News.

Baru-baru ini Yasir Qadhi, Dekan Islamic Seminary of America, di Texas, mengatakan bahwa Muslim Amerika – kelompok yang akrab dengan diskriminasi – “harus memerangi rasisme, apakah itu dengan pendidikan atau dengan cara lain.”

Banyak Muslim di AS mengambil tindakan, mendukung gerakan Black Lives Matter, dan memprotes kebrutalan polisi dan rasisme sistemis.

Tindakan mereka mencerminkan pesan egaliter revolusioner – dan masih belum terwujud – yang ditetapkan Nabi Muhammad lebih dari 1.400 tahun yang lalu sebagai landasan iman Islam.

Tindakan mereka mencerminkan pesan egaliter revolusioner – dan masih belum terwujud – yang ditetapkan Nabi Muhammad lebih dari 1.400 tahun yang lalu sebagai landasan iman Islam. (Asma Afsaruddin, Professor of Islamic Studies and former Chairperson, Department of Middle Eastern Languages and Cultures, Indiana University). Sumber asli artikel ini dari The Conversation/Sumber situs: Voxpop Indonesia. @fen